Para Pendahulu kita, orang tua kita, Perintis, Pejuang
Kemerdekaan serta para pahlawan sudah berkorban untuk kemerdekaan Indonesia,
bukan untuk kemerdekaan daerah-daerah dimana mereka berasal, baik itu
perjuangan secara fisik, politik maupun kebudayaan. Saya masih teringat salah
satu pesan Parlindoengan Loebis. Pesan itu berbunyi:
“Pertahankan kewibawaan Sang Saka Merah Putih, jangan
sia-siakan darah dan air mata kami”.
Saya mengangkat Perhimpunan Indonesia pada makalah ini
karena seperti yang di katakan Poeze, PI merupakan pionir dalam perumusan
konsep Indonesia, serta merupakan organisasi yang mengusulkan agar
partai-partai politik bersatu dengan program yang dapat mempersatukan
partai-partai nasionalis. Program tersebut berisi pasal-pasal politik, sosial
dan ekonomi.
Perjuangan PI di Negeri Belanda mempunyai peranan penting
bagi kemerdekaan Indonesia namun belum banyak diketahui oleh masyarakat
Indonesia mungkin karena pergerakan PI lebih banyak dilakukan di luar Negeri.
Karena itu saya menjadi tergugah untuk membahas lebih lanjut
mengenai PI, setidaknya melalui tulisan saya ini saya berharap dapat memberikan
sumbangsih kecil untuk menumbuhkan kembali jiwa-jiwa nasionalisme pemuda yang
saat ini sudak mulai terkikis. Setidaknya generasi muda dapat mengetahui bahwa
perjuangan kemedekaan kita dilakukan melalui dua Jurusan yakni dalam dan luar
negeri.
PERHIMPUNAN INDONESIA (PI)
Perhimpunan Indonesia (PI) didirikan pertama kali pada tahun
1908 oleh orang-orang Indonesia yang berada di Negeri Belanda, diantaranya
adalah Sultan Kasayangan, R.N. Nyoto Suroto, mula-mula organisasi ini
bernama Indische Vereeniging. Tujuan awalnya adalah untuk memajukan
kepentingan-kepentingan bersama dari orang-orang yang berasal dari Indonesia,
maksudnya orang-orang pribumi dan non pribumi bukan Eropa, di Negeri Belanda
dan hubungan dengan Indonesia. Mulanya organisasi ini hanya bersifat organisasi
sosial. Akan tetapi semenjak berakhirnya Perang Dunia I perasaan anti kolonialisme
dan Imperialisme di kalangan pimpinan-pimpinan Indische Vereeniging makin
menonjol. Terlebih sejak adanya seruan Presiden Woodrow Wilson dari Amerika
detelah PD I berakhir, kesadaran mereka tentang hak dari bengsa Indonesia untuk
menentukan nasibnya sendiri dan merdeka dari penjajahan Belanda semakin kuat.
Perkembangan baru dalam tubuh organisasi itu membawa
perubahan nama yakni diganti menjadi Indonesische Vereenigingpada
tahun 1922 dan pada tahun 1925 disamping nama dalam bahasa Belanda dipakai juga
nama Perhimpunan Indonesia dan kelamaan hanya nama PI saja yang dipakai. Dengan
demikian PI semakin tegas bergerak memasuki bidang politik. Perubahan ini
didorong oleh bangkitnya seluruh bangsa-bangsa terjajah di Asia dan Afrika
untuk menuntut kemerdekaan.
Semenjak tahun 1923, PI aktif berjuang bahkan memelopori
dari jauh pejuangan kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia dengan berjiwa
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang murni dan kompak. Berdasarkan
perubahan ini PI keluar dari Indonesisch Verbond van Studeeren karena
dianggap tidak perlu lagi. Langkah radikal selanjutnya adalah merubah nama
majalah PI dari Hindia Poetra menjadi Indonesia Merdeka tahun
1924. Meningkatnya aktivitas PI kearah politik ini terutama sejak datangnya dua
mahasiswa Indonesia ke Belanda yakni A. Subardjo tahun 1919 dan Moh. Hatta
tahun 1921 yang keduanya kemudian pernah menjabat sebagai ketua PI.
Sejak awal berdiri telah diformulasikan secara jelas
program-program PI, meliputi perjuangan untuk tanah air dan juga ditunjang
dengan program dalam memperkenalkan Indonesia ke dunia Internasional. Pada
waktu PI diketuai oleh Sukiman, telah disusun program-program secara tegas dan
lebih intensif. Pasal-pasal dalam PI jelas mencerminkan kesadaran PI, bahwa
Indonesia tidak berdiri sendiri, yakni terlihat pada pasal 1, 2, 3. adapun
pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 1: Mempropagandakan asas-asas perhimpunan lebih
intensif, terutama di Indonesia.
Pasal 2: Menarik perhatian internasional pada masalah
Indonesia.
Pasal 3: Perhatian para anggota harus dibangkitkan buat
soal-soal internasional dengan mengadakan ceramah-ceramah, bepergian ke
negara-negara lain untuk studi dan lain sebagainya.
Untuk melaksanakan program-program kerja PI Pasal 1, telah
ditempuh oleh Ali Sastroamidjojo dengan mengadakan penyelundupan majalah Indonesia
Merdeka ke Indonesia. Sedangkan untuk pasal 2 dan 3 baru dapat
dilaksanakan ketika PI di ketuai oleh Moh. Hatta.
Sementara itu kegiatan PI meningkat menjadi
nasional-demokratis, non-koperasi dan meninggalkan sikap kerjasama dengan kaum
penjajah, bahkan PI sering mengikuti kegiatan-kegiatan tingkat Internasional
dan anti kolonial. Di bidang Internasional ini PI bertemu dan bekerjasama
dengan tokoh-tokoh pemuda dan mahasiswa dari ASIA, Afrika dan Eropa. Bahkan PI
berhubungan baik dengan perhimpunan pemuda-pemuda Belanda yang mendukung
Indonesia untuk merdeka seperti:
SDSC: Sociaal-Democratische Studenten Club (Perhimpunan
Mahasiswa Sosial Demakrat)
SVA: Studenten Vredesactie (Perhimpunan Mahasiswa untuk
Perdamaian)
JVA: Jongeren Vredesactie (Perhimpunan Pemuda
untuk Perdamaian)
Antifa: Antifacistische Actie (Perhimpunan
Mahasiswa anti Fasis)
Belanda 1932-1940
Pada tahun 1932 keadaan di negeri Belanda susah sekali.
Pengengguran bertambah banyak dan kehidupan bertambah sukar. Hal ini dirasakan
oleh semua penduduk Belanda tak terkecuali mahasiswa Indonesia, kaum Buruh di
cabut hak-hak sosialnya hal ini menyebabkan ketidak senangan dan selalu
menimbulkan bentrok. Bahkan di Rotterdam pernah terjadi bentrokan antara kaum
Buruh dengan Polisi yang membawa beberapa korban, karena besarnya bentrokan ini
kemudian Pemerintah menyiapkan tentara di atap-atap rumah dengan senapan mesin
untuk meredakan bentrokan tersebut. Hal ini mengejutkan dunia sehingga mata
uang Gulden jatuh di bursa di beberapa negara yang menyebabkan kehidupan
bertambah sulit.
Pemerintah Belanda yang bertambah konservatif dan reaksioner
menentang kaum buruh dengan keras. Terlebih lagi setelah Colijn dan partai
Anti-Revolusionernya memerintah. Banyak larangan diberlakukan kepada kaum buruh
dan partai kiri oleh pemerintah Colijn. Partai-partai dan perhimpunan banyak
yang masuk daftar hitam, PI pun dimasukkan ke dalam daftar ini. Termasuk juga
partai Komunis Nederland seperti Internationale Roode Hulp,Malthusiaanche
Bond, Antifa dan OSP sehingga tercipta opini publik bahwa
PI merupakan organisasi berhaluan komunis. Hal ini membawa kesulitan bagi PI
dalam mengkampanyekan kemerdekaan Indonesia. Saat itu banyak anti-propaganda
terhadap PI. Antara lain PI dikatakan sebagai Al Capone bende. Di beberapa
koran konservatif sering dianjurkan supaya anggota PI ditangkap, kepada mereka
yang berpolitik harus diadakan Undang-undang seperti kepada bangsa Indonesia di
Hindia. Namun karena kedekatan PI dengan kaum buruh serta perasaan senasib
yakni dimasukan dalam daftar hitam maka PI dilindungi oleh kaum buruh sehingga
pemerintah Belanda tidak pernah membubarkan PI atau menangkap ketua PI.
Karena itu walaupun mahasiswa Indonesia banyak yang menempuh
studi di Belanda namun tidak semua mempunyai keberanian untuk masuk dalam
organisasi ini. Hanya orang-orang dengan karaktervast dan mau
berkerja serta berkorban untuk kemerdekaan saja yang dapat menjadi anggota.
Biasanya perekrutan anggota melalui tes-tes untuk mengetahui kemantapannya. Hal
tesebut dilakukan karena ketika itu PI mulai menjadi setengah ilegal. PI
mengetahui hal tersebut melalui berita dari Indonesia bahwa setiap anggota PI
yang pulang setelah menyelesaikan studinya terus-menerus diawasi oleh Politieke
Inlichtingen Dienst (PID) selama dua sampai tiga tahun. Bahkan sering juga
ditangkap dengan alasan dibuat-buat, seperti yang terjadi pada Iwa kusuma
Soemantri, Hatta, Syahrir, dan lain-lain.
Bahkan karena sebagaian besar mahasiswa yang belajar ke
Belanda adalah anak-anak pegawai negeri maka pemerintah kolonial membuat
ultimatum pada orang tua mereka yakni:
Melarang anaknya menjadi Anggota Perhimpunan Indonesia.
Kalau anaknya tidak mau maka kiriman uang distop atau
bapaknya dikeluarkan dari pekerjannya.
Sebenarnya PI dimasukkan ke dalam daftar hitam adalah karena
keputusan Volksraad sehingga hanya Volksraad sendiri yang
dapat mencabut PI dari daftar hitam. Volkstraad menilai PI sebagai
organisasi komunis karena suatu artikel dari Indonesia Merdeka yang
terdapat kata-kata “massa strijd” dan “democratische regeering van
arbeiders en boeren”.
Memasuki tahun 1936, PI mempergiat aktifitasnya. Ke dalam,
grup-grupnya diharuskan untuk mempelajari buku-buku politik dengan teratur. Ke
luar, mendekati orang-orang yang dianggap dapat memberi pengaruh di kemudian
hari dan dapat menyokong perjuangan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu
kemudian PI membentuk perkumpulan-perkumpulan lain, seperti:
Rukun Pelajar Indonesia yang bergerak di bidang Sosial dan
Ekonomi.
SVIK (Studenten Vereeniging Ter Boverdering van Indonesische
Kunst) yaitu pergerakan mahasiswa untuk memperkembangkan kesenian Indonesia.
Pendirian perkumpulan-perkumpulan ini dilakukan PI untuk
menarik mahasiswa Indonesia untuk bergabung dan berjuang untuk Indonesia jadi
mahasiswa dapat memilih untuk masuk PI yang berhaluan politik, Rukun Pelajar
Indonesia yang berhaluan sosial ekonomi atau SVIK yang berhaluan seni budaya
Indonesia. Disamping itu PI ingin mengenalkan Indonesia kepada bangsa-bangsa
lain. Hal tersebut untuk membuktikan bahwa Indonesia bukanlah bangsa yang
terbelakang melaikan suatu bangsa yang mempunyai kebudayaan tinggi.
Rupanya cara-cara yang ditempuh PI berhasil dan dapat
mempopulerkan PI. Karena ke populeran ini SDAP (Sociaal-Democratische Arbeiders
Partij) di negeri Belanda mulai mendekati PI. SDAP sendiri mempunyai cabang di
Indonesia yakni ISDP (Indische Social-Democratische Partij) yang mempunyai dua
orang anggota Volkstraad. Kemudian SDAP melalui korannya, Het Volksmembahas
bahwa PI tidak mempunyai ideologi tertentu dan hanya semata-mata Perhimpunan
Kaum Nasionalis yang memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia dan ingin melepaskan
diri dari penjajahan Belanda. Berkat itu nama PI dapat diperbaiki.
Perang Dunia 2 dan Kemerdekaan RI
Sebenarnya ketika pecah Perang Dunia ke-2 dan sewaktu
Belanda ditaklukkan Jerman pada tahun 1941 PI aktif melakukan gerakan bawah
tanah sehingga pasca perang Eropa PI mendapat kartu distribusi makanan.
Sebagai penghargaan pada PI pula pemerintah Belanda memberikan dua kursi Tweede
Kamer, satu kursi di Eerste Kamer dan ada tawaran untuk menjadi Minister
van Kolonien kepada salah satu anggota PI namun semua itu ditolak karena
PI tidak mau bekerjasama dengan Belanda.
Sebagai tambahan setelah Indonesia merdeka para anggota PI
tidak dapat langsung pulang ke Indonesia karen dipersulit oleh pemerintah
Belanda. Saat itu dimanfaatkan PI untuk mengkampanyekan mengenai Kemerdekaan RI
termasuk pada kongresWorld Federation of Democratic Youth di Chekoslowakia
yang dihadiri oleh orang-orang penting AS, Perancis dan Inggris. Akhirnya pada
bulan Oktober 1946 pemerintah Belanda memberikan kesempatan pada mahasiswa
Indonesia untuk pulang dan pada 7 Desember 1946 berangkatlah kapal Weltevreden
yang mengangkut orang-orang Indonesia. PI sendiri berhasil menyelundupkan Dr.
Setia Budi (Douwes Dekker). Pada saat orang Belanda dilarang pergi ke
Indonesia.